A. Identitas Pengarang
W.S. Rendra
(Willibrordus Surendra Broto Rendra), lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November
1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun adalah
penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak".
W.S. Rendra adalah anak dari pasangan R.
Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya
adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik,
Solo, di samping sebagai dramawan tradisional. Sedangkan ibunya adalah penari
serimpi di keraton Surakarta.
Pada
usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari
wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak yaitu
Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara
Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat,
putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan
spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra
kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan kelima anak Rendra-Sunarti.
Dengan
ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito
menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito
tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan. Satu-satunya kendala datang dari ayah
Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang
pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah
menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama
penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat
pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq
Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa
itu tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk
Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan
bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama
sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum
pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena
Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini yaitu
kemerdekaan individual sepenuhnya.
“ Saya
bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain.
Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, “ katanya sambil mengutip ayat
Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang. Toh
kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding
sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan
ringan saja.
Suatu
hari ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka,
Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya,
Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, “Seperti itulah saya,” tutur
Rendra spontan. Sejak itu, julukan “ Burung Merak ” melekat padanya hingga
kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak yaitu Yonas Salya, Sarah
Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati.
Sang
Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken
Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak yaitu Isaias Sadewa dan Maryam
Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah
kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada
tahun 1981.
B. Pendidikan
1)
TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
2)
SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo
- Tamat pada tahun 1955.
3)
Jurusan Sastra Inggris, Fakultas
Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
4)
Mendapat beasiswa American Academy
of Dramatical Art (1964 - 1967).
C.
Beberapa karya
Drama:
o Orang-orang di Tikungan
Jalan (1954)
o Bib Bob Rambate Rate
Rata (Teater Mini Kata) – 1967
o SEKDA (1977)
o Selamatan Anak Cucu
Sulaiman (dimainkan 6 kali)
o Mastodon dan Burung
Kondor (1972)
o Hamlet (terjemahan dari
karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
o Macbeth (terjemahan dari
karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
o Oedipus Sang Raja
(terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
o Lysistrata (terjemahan)
o Odipus di Kolonus
(Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
o Antigone (terjemahan
dari karya Sophokles,
o Kasidah Barzanji
(dimainkan 2 kali)
o Perang Troya Tidak Akan Meletus
o Lingkaran Kapur Putih
o Panembahan Reso (1986)
o Kisah Perjuangan Suku
Naga (dimainkan 2 kali)
o Shalawat Barzanji
o Sobrat
Kumpulan Sajak/Puisi:
o Ballada Orang-Orang
Tercinta (Kumpulan sajak)
o Bersatulah
Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!
o Sajak Seorang Tua
tentang Bandung Lautan Api
o Blues untuk Bonnie
o Empat Kumpulan Sajak
o Sajak-sajak Sepatu Tua
o Mencari Bapak
o Perjalanan Bu Aminah
o Nyanyian Orang Urakan
o Pamphleten van een
Dichter
o Potret Pembangunan Dalam
Puisi
o Disebabkan Oleh Angin
o Orang Orang
Rangkasbitung
o Rendra: Ballads and
Blues Poem
o State of Emergency
o Jangan Takut Ibu
o Rick dari Corona
o Nyanyian Angsa
o Pesan Pencopet kepada
Pacarnya
o Perjuangan Suku Naga
o Rumpun Alang-alang
o Surat Cinta
o Sajak Rajawali
o Sajak Seonggok Jagung
C. Penghargaan
o
Hadiah
Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
o Hadiah Sastra Nasional
BMKN (1956)
o Anugerah Seni dari
Pemerintah Republik Indonesia (1970)
o Hadiah Akademi Jakarta
(1975)
o Hadiah Yayasan Buku
Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
o Penghargaan Adam Malik
(1989)
o The S.E.A. Write Award
(1996)
o Penghargaan Achmad Bakri
(2006).
D.
Pengalaman
o
Mengikuti festival The Rotterdam
International Poetry Festival (1971 dan 1979)
o
Mengikuti festival The Valmiki
International Poetry Festival, New Delhi (1985)
o
Mengikuti festival Berliner
Horizonte Festival, Berlin (1985)
o
Mengikuti festival The First New
York Festival Of the Arts, Spoleto Festival, Melbourne (1988)
o
Mengikuti festival Vagarth World Poetry
Festival, Bhopal (1989)
o
Mengikuti festival World Poetry Festival,
Kuala Lumpur (1992)
o
Mengikuti festival Tokyo Festival
(1995).
o
Mengikuti
seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard.
o
Mengikuti acara penutupan Festival
Ampel Internasional
E.
Rendra sebagai
sastrawan
WS Rendra mencurahkan
sebagian besar hidupnya dalam dunia sastra dan teater. Menggubah sajak maupun
membacakannya, menulis naskah drama sekaligus melakoninya sendiri, dikuasainya
dengan sangat matang. Sajak, puisi, maupun drama hasil karyanya sudah melegenda
di kalangan pecinta seni sastra dan teater di dalam negeri, bahkan di luar
negeri. Banyak karyanya yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda,
Jerman, Jepang dan India.
Bakat sastra Rendra sudah mulai
terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan
kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai
kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas
panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca
puisi yang sangat berbakat.
Ia petama kali mempublikasikan
puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu,
puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu,
seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus
berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya,
terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
"Kaki
Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang
di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah
pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta.
Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat
bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia
Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern
Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti
Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat
bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud
bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup.
Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah
Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk
belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan
tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art
(AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard
atas undangan pemerintah setempat.
Sekembalinya dari Amerika pada tahun
1967, pria tinggi besar berambut gondrong dengan suara khas ini mendirikan
Bengkel Teater di Yogyakarta dan memberi suasana baru dalam kehidupan
teater di tanah air. Memimpin Bengkel Teater, menulis naskah, menyutradarai,
dan memerankannya, dilakukannya dengan sangat baik.
Karya-karyanya
yang berbau protes pada masa aksi para mahasiswa sangat aktif di tahun 1978,
membuat pria bernama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra, ini pernah
ditahan oleh pemerintah berkuasa saat itu. Demikian juga pementasannya, ketika
itu tidak jarang dilarang dipentaskan. Seperti dramanya yang terkenal berjudul
SEKDA, Mastodon dan Burung Kondor dilarang untuk
dipentaskan di Taman Ismail Marzuki. Kelompok
teaternya pun tak pelak sukar bertahan. Untuk menanggulangi ekonominya Rendra
hijrah ke Jakarta, lalu pindah ke Citayam, Cipayung, Depok, Jawa Barat.
Bengkel teater ini berdiri di atas
lahan sekitar 3 hektar yang terdiri dari bangunan tempat tinggal Rendra dan
keluarga, serta bangunan sanggar untuk latihan drama dan tari. Di lahan
tersebut tumbuh berbagai jenis tanaman yang dirawat secara asri, sebagian besar
berupa tanaman keras dan pohon buah yang sudah ada sejak lahan tersebut dibeli,
juga ditanami baru oleh Rendra sendiri serta pemberian teman-temannya. Puluhan
jenis pohon antara lain, jati, mahoni, ebony, bambu, turi, mangga, rambutan,
jengkol, tanjung, singkong dan lain-lain.
Di samping
karya berbau protes, Rendra juga sering menulis karya sastra yang
menyuarakan kehidupan kelas bawah seperti puisinya yang berjudul Bersatulah
Pelacur-Pelacur Kota Jakarta dan puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya. Banyak
karya-karyanya yang sangat terkenal, seperti Blues untuk Bonnie, Pamphleten van
een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api,
Mencari Bapak.
Bahkan di antara sajak-sajaknya ada yang sudah diterjemahkan ke bahasa
Inggris seperti
Rendra: Ballads and Blues: Poems oleh Oxford University Press pada tahun 1974.
Demikian juga naskah drama karyanya banyak yang telah dipentaskan, seperti
Oedipus Rex, Kasidah Barzanji, Perang Troya Tidak Akan Meletus, dan lain
sebagainya.
Oleh karena karya-karyanya yang
begitu gemilang, Rendra beberapa kali pernah tampil dalam acara bertaraf
internasional. Sajaknya yang berjudul Mencari Bapak, pernah dibacakannya dalam acara
Peringatan Hari Ulang Tahun ke-118 Mahatma Gandhi pada 2 Oktober 1987, di depan
para undangan The Gandhi Memorial International School Jakarta. Beliau juga
pernah ikut serta dalam acara penutupan Festival Ampel Internasional 2004 yang
berlangsung di halaman Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, 22 Julai 2004.
Ketika itu penampilannya mendapat perhatian dan sambutan yang sangat hangat
dari para undangan. Demikianlah salah satu contohnya ia secara langsung telah
berjasa memperkenalkan sastra Indonesia ke mata dunia internasional.
Sejak tahun 1977 ketika ia sedang
menyelesaikan film garapan Sjumanjaya, "Yang Muda Yang Bercinta" ia
dicekal pemerintah Orde Baru. Semua penampilan di muka publik dilarang. Ia
menerbitkan buku drama untuk remaja berjudul "Seni Drama Untuk
Remaja" dengan nama Wahyu Sulaiman. Tetapi di dalam berkarya ia
menyederhanakan namanya menjadi Rendra saja sejak 1975.
F.
Penelitian tentang
karya Rendra
Profesor Harry Aveling, seorang
pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan
Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra
dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920
to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman
bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras
Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der
Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in
Berlin: Hamburg 1977.
G.
Kepergian Rendra
Penyair
ternama WS Rendra atau lebih terkenal dengan panggilan ‘Burung Merak’ meninggal
dunia pada usia 74 tahun di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat, pukul
10 malam Kamis 6 Agustus 2009. Penyair dan pelakon drama yang nama lengkapnya
Wahyu Sulaiman Rendra meninggalkan 11 orang anak hasil dari tiga pernikahannya.
Rendra
terkenal dengan sajak-sajaknya yang penuh dengan sindiran dan kritikan cukup
mahir memainkan emosi penonton ketika melakukan pertunjukan. Beliau yang lebih
akrab dipanggil Willy mencurahkan sebagian besar hidupnya terhadap dunia sastra
dan teater. Menggubah serta mendeklamasi puisi, menulis skrip serta bermain
drama merupakan kemahirannya yang tidak ada bandingan. Hasil seni dan sastra
yang digarap cukup dikenali oleh peminat seni dalam maupun dari luar negeri.
Meskipun
sudah terkenal, ternyata masih banyak keinginan WS Rendra yang belum dipenuhi
dan semua direkamkan dalam sebuah puisi yang dibuatnya beberapa hari sebelum Si
Burung Merak tersebut menghembuskan nafasnya yang terakhir. “Dia meninggalkan
satu puisi, puisi itu menyebutkan bahawa masih banyak keinginannya tetapi dia
tidak mampu. Jadi semangat masih ada tapi dia tidak mampu mengatasi situasi
dirinya yang semakin lemah,” kata salah seorang sahabat Rendra, sastrawan Jose
Rizal Manua. Puisi itu dibuat Rendra ketika masih dirawat di rumah sakit dan
puisi tersebut disampaikan oleh salah seorang anak perempuan Rendra.
Kini
dunia seni kehilangan sosok Rendra, tetapi Si Burung Merak itu akan terus
menjadi inspirasi kepada generasi muda pencinta seni.
Puisi Terakhir WS Rendra
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar
Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta padamu
II. Hal-hal yang menarik dari tokoh W.S Rendra
1.
W.S Rendra menjadikan sebuah seni
untuk menyampaikan kritikan-kritikannya atau protes yang kebanyakan bertema
sosial.
2.
Sikap W.S Rendra yang kritis
membuktikan kepeduliannya terhadap masalah-masalah kemanusiaan, nilai budaya
dan lingkungan yang mendalam.
3.
memiliki kepedulian sosial yang
tinggi dan mimpi indah Indonesia kedepan dengan rakyat yang makmur.Hal itu
tergambar dari karya dan puisi-puisi-nya yang banyak berisi kritik sosial,
diantaranya puisinya di hadapan mahasiswa Universitas Indonesia 1 Desember 1977
4.
W.S Rendra tidak menguasai satu
bidang pengetahuan saja, tetapi ia juga menguasai bidang yang lain.
5.
W.S Rendra terus berusaha menjadi
yang terbaik walaupun dia tidak menyelesaikan kuliahnya, tetapi ia terus
memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, sehingga
pada akhirnya ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art
(AADA).
6.
W.S. Rendra mempunyai kepribadian
dan kebebasan sendiri yang berbeda dengan sastrawan lain.
III. Hal-hal yang dapat diteladani dari tokoh WS Rendra
1.
W.S. Rendra merupakan sastrawan yang sangat
kreatif. Tampak dari karya-karyanya yang banyak diberi penghargaan.
2.
Sastrawan yang punya keinginan untuk
maju, pantang menyerah dan pekerja keras. Terbukti dari karya-karyanya yang
mendapat penghargaan hingga ia mendapat beasiswa untuk belajar ke American
Academy of Dramatical Art, New York, Amerika. Ia juga mendapat kesempatan untuk
mengadakan seminar di Universitas Harvard atas permintaan pemerintah setempat.
3.
Berjiwa seni tinggi terutama pada seni teater.
4.
Beliau adalah pengkritik yang mempedulikan lingkungannya.
Terlihat dari karya-karyanya yang dilarang pemerintah saat itu
5.
Memperhatikan keadaan masyarakat kelas bawah akibat
keterpurukan ekonomi lewat puisinya Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota
Jakarta dan puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya
6.
W.S. Rendra adalah seorang sastrawan
yang serba bisa. terbukti dari berbagai bakat yang ia bisa selain menulis puisi yaitu
membacakan puisi, mementaskan drama, membuat cerpen, membuat buku, pemimpin Bengkel Teater, menulis naskah,
dan sutradara.